Semakin hari, semakin sering kita mendapat berita duka dari keluarga, kerabat, sahabat maupun teman kita. Maknanya bahwa kematian itu sudah sedemikian dekatnya dengan diri kita saat ini, dan itu berlaku untuk siapa saja…tanpa peduli.
Tak dapat dipungkiri bahwa mendekatnya kematian ini utamanya disebabkan oleh adanya pandemi Covid19, yang perlahan tapi pasti terus berkembang dan menanjak naik di negara kita ini. Entah kapan berakhirnya.
Wajar kalau kemudian kita semua berharap dan berdoa, agar pandemi ini segera berlalu. Kebayang bagaimana lelah dan jenuhnya kita, setelah hampir satu tahun kita semua dirumahkan. Selama itu pula, kita tidak pernah lagi dapat melakukan pekerjaan bersama-sama rekan sejawat, maupun menyelesaikan urusan secara fisik langsung dengan mereka sambil bersosialisasi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Berbagai prediksi ilmuwan tentang kapan pandemi ini berakhir di negara kita, yang disampaikan saat mengemukanya Covid19 di bulan Maret-April 2020 yang lalu, tampaknya juga meleset. Sebab hampir semua prediksi menyatakan pandemi ini akan menurun di akhir tahun 2020 atau setidaknya awal tahun 2021. Kenyataan justru sebaliknya…
Tidak perlu menyalahkan para ilmuwan yang memprediksikan trend pandemi ini, apalagi mengadukannya ke polisi seperti yang kerap terjadi akhir-akhir ini di masyarakat kita. Sebab ketika para ilmuwan itu melakukan prediksi, tentunya ada beberapa prakondisi atau prasyarat yang seharusnya dipenuhi, namun kemudian ternyata hal itu berbeda pada kenyataannya.
Terlepas dari harapan kita yang menghendaki agar pandemi ini segera berakhir, mungkin ada baiknya kita juga berusaha mempersiapkan diri bila pandemi ini akan panjang. Mengapa?
Mari kita perhatikan sejarah wabah penyakit yang menyebar dalam skala besar (epidemi) maupun skala global (pandemi) yang pernah terjadi di dunia ini. Tercatat awal terjadi pandemi pertama kali di abad ke-6, yaitu timbulnya penyakit pes yang dikenal sebagai wabah Justinian. Saat itu berlangsung bertahun tahun sampai menewaskan 30-50 juta penduduk. Lalu wabah pes ini tidak hilang bahkan kembali muncul dalam perjalanan waktu, yaitu di Eropa dengan gejala yang lebih ganas dan dikenal sebagai Black Death (berlangsung sekitar 4 tahun, 1347-1351). Penyakit ini menewaskan tak kurang dari 25 juta orang. Lalu, ada juga penyakit cacar, yang menurut Wikipedia sudah ada sejak jaman Pra-sejarah 10000 SM. Konon ketika penyakit ini menyebar ke Amerika di tahun 1492, telah menyebabkan sebagian besar populasi disana tewas sehingga menjadi alasan timbulnya babak baru penjajahan bangsa Eropa di Amerika. Pandemi legendaris lainnya adalah kolera, pandemi yang “nyaris terlupakan”, mulai ditemukan di India sekitar tahun 1826 dan berlangsung 11 tahun sebelum dinyatakan “berakhir”. Kolera dilaporkan menginfeksi 1,3 juta hingga 4 juta orang setiap tahun saat ini.
Pandemi yang lebih modern, adalah flu. Dimulai dari flu Spanyol (influenza 1918, yang disebabkan oleh virus H1N1), pandemi yang timbul saat Perang Dunia I ini sangat phenomenal karena membuat orang paham akan adanya gelombang kedua (second wave) dari sebuah pandemi yang dampaknya lebih fatal karena memakan korban yang lebih mematikan. Lalu berikutnya adalah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang penyebabnya adalah virus yang satu kerabat dengan Covid19, yaitu virus berbentuk mahkota (Corona). Menyebar juga dari China (Guangdong) ke berbagai belahan dunia di tahun 2003. Lalu di tahun 2009, giliran flu babi yang muncul. Penyakit ini merupakan genre baru influenza, diduga menyebar dari babi ke manusia. Korbannya juga cukup banyak, setidaknya lebih dari 61 juta terinfeksi dan menyebabkan kematian hampir 1 juta orang. Terakhir, dari benua Afrika, muncul Pandemi Ebola, yang berasal dari sebuah desa kecil di Guinea (2014) lalu menyebar ke beberapa negara tetangga di Afrika Barat. Dibutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk meredakannya.
Kalau diamati dari lamanya perioda waktu dari semua kejadian pandemi di atas, rasanya mustahil pendemi Covid19 akan ‘selesai’ dalam waktu singkat. Kata selesai ini harus dimaknai bahwa angka kejadian penyakit Covid19 telah mulai landai, dan telah mulai terbangunnya herd immunity di masyarakat. Artinya Covid19 masih ada dan tetap akan ada dalam masyarakat, namun telah relatif terkendali. Seperti sejarah berbagai pandemi sebelumnya, semua virus penyakit yang timbul saat dahulu, masih dan akan tetap ada dalam perjalanan waktu, namun ia sudah dianggap sebagai penyakit biasa karena metoda atau “obat” untuk mengatasinya sudah ditemukan secara baku.
Karena itu belajar dari sejarah ini lah, maka tidak ada salahnya bila kita masing-masing bersiap untuk menghadapi pandemi ini untuk setidaknya satu tahun ke depan, walau “amannya” mungkin baru akan dicapai dalam 3 tahun lagi. Argumentasinya sederhana, yaitu dari sejarah diketahui bahwa pengendalian sebuah pendemi itu akan dapat terjadi apabila sudah terjadi herd immunity yang salah satu penggeraknya adalah telah ditemukan vaksinnya, serta proses vaksinasi telah diterapkan pada sebagian besar masyarakatnya.
Data dunia (Worldometer data) untuk penderita Covid per tanggal 23 Januari 2021 adalah 98.842.089 penduduk dengan jumlah kematian 2.118.560 (3%) dan yang berhasil sembuh 71.052.882 (97%). Artinya penyakit Covid19 ini tidak fatal (karena prosentasi kematian yang rendah) namun sangat masif dan global dalam penyebarannya (karena meliputi 219 negara dan teritori). Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 7 milyar, saat ini sedang berlangsung “pertarungan” antara kecepatan memproduksi vaksin di beberapa negara dengan kecepatan penyebaran penyakit Covid19 dalam skala global.
Karena itu sangat logis, kalau kita tetap harus waspada dan masing-masing berupaya menjaga diri dan keluarganya ke depan ini. Peran kita untuk menjalankan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak) atau bahkan katanya 5M sekarang ini (3M + Menjauhi kerumunan dan Mengurangi mobilitas) harus diikuti dengan kesadaran demi kemashalatan bersama. Tentang lama waktunya, kita serahkan kepada Yang Maha Pencipta, namun kita harus tetap ikhtiar berupaya yang terbaik sambil tetap optimis dan berdoa.
Allah SWT telah mengajari kita untuk sabar dalam menghadapi kejadian penyakit ini melalui kisah Nabi Ayub a.s. yang harus bersabar menghadapi penyakit kulitnya selama 18 tahun. Insyaallah bagi kita tidak akan selama itu, namun kita semua dimintaNYA belajar untuk bersabar dan juga berintrospeksi diri tanpa kecuali. Karena sudah menjadi sunatullah, bahwa kita sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit maupun bala yang melanda.***
*JH, Kampus ITS Surabaya*
Sumber : https://www.facebook.com/joni.hermana